[en]Do Microbiologists go on Field Trips?[/en][id]Apakah Ahli Mikrobiologi Pergi ke Lapangan?[/id]
[en]
Written by : Hanny Septiani
Translated by : Tina Lusiany
[/en][id]
Ditulis oleh : Hanny Septiani
[/id]
[en]When people hear student majoring in microbiology, they think teaching will always be held only in laboratory. Generally, microbiology students are working with laboratory tools such as: microscope, Petri dish, and micropipette every day and also
never feel the breath of fresh air on field trip. However, that developing stereotype perhaps not valid for teaching activities on Microbiology Department at Institut Teknologi Bandung. In Microbiology Department there are two courses requiring field trip: Microbial Ecology and Evolution on second year at fourth semester and also Microbial Biosystematics on third year at fifth semester. Sites that usually visited on field trip are beaches, craters, plantation, etc.[/en]
[id]Ketika mendengar mahasiswa yang berkuliah di Jurusan Mikrobiologi, banyak orang berpikir bahwa kegiatan perkuliahan di jurusan tersebut akan terpaku di dalam laboratorium saja. Mahasiswa mikrobiologi umumnya akan berkutat dengan alat-alat laboratorium seperti mikroskop, cawan petri dan mikropipet setiap harinya dan juga tidak pernah turun merasakan nikmatnya udara bebas dalam kegiatan perkuliahan di lapangan. Namun, stereotype yang berkembang tersebut mungkin tidak berlaku pada kegiatan perkuliahan jurusan Mikrobiologi di Institut Teknologi Bandung. Pada program studi Mikrobiologi ITB terdapat 2 mata kuliah yang mengharuskan mahasiswanya untuk melakukan observasi langsung di lapangan, yaitu mata kuliah Ekologi dan Evolusi Mikroba pada tingkat 2, tepatnya di semester 4 dan juga pada mata kuliah Biosistematika Mikroba saat tingkat 3 (semester 5). Untuk kegiatan kuliah lapangan tersebut, tempat-tempat yang biasa dikunjungi dapat berupa pantai, kawah, perkebunan, dll.[/id]
[en]On last April, second year students (class of 2012) on Microbiology Department have undergone field trip at Pangandaran beach, Ciamis, West Java. This field trip is a series of teaching on Microbe Ecology and Evolution. Lecturer of this course who is also the Chairman of Microbiology Department, Dr. Gede Suantika, requires all students join the field trip. Observing and collecting samples concentrated on Nature Reservation Pangandaran beach area. At the nature reservation area there are varieties of ecosystem being observed, such as forest, grass land, sea, estuary, beach, cave, and wetland. Students divided into groups according to number of ecosystems and guided by a filed assistant.[/en][id]
Pada bulan April lalu, mahasiswa tingkat 2 (angkatan 2012) jurusan Mikrobiologi telah melaksanakan kegiatan kuliah lapangan di pantai Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat. Kegiatan kuliah lapangan tersebut merupakan rangkaian kegiatan perkuliahan pada mata kuliah Ekologi dan Evolusi Mikroba. Dosen mata kuliah Ekologi dan Evolusi Mikroba yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Prodi Mikrobiologi, Dr. Gede Suantika, mewajibkan seluruh mahasiswa untuk mengikuti kegiatan kuliah lapangan tersebut. Kegiatan observasi dan pengambilan sampel berkonsentrasi di kawasan Cagar Alam pantai Pangandaran. Pada kawasan Cagar Alam, terdapat berbagai ekosistem yang dijadikan tempat observasi, seperti hutan, padang rumput, laut, sungai, estuari, pantai, gua dan wetland. Mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah ekosistem dan dibimbing oleh satu asisten lapangan.[/id]
[en]On the field trip, student was taught sampling techniques and sample collection of soil and water by its ecosystem, measuring microclimate factors (psycho-chemical factor present in an ecosystem) techniques, good processing and preservation techniques so that samples stay on the same condition when being examined at laboratory, and also nature phenomena occurred due to microbes. Some of nature phenomena occurred due to microbe interaction with living being surrounding those ecosystems are gall, canker, and decolorization.
Gall, or known as tumor, is one of examples of microbe interaction with plants found on observation. This microbe-plant interaction is parasitism symbiosis as a result of Agrobacterium tumafaciens (a bacterium species). A. tumafaciens infects xylem and phloem tissue on trunk of trees resulting of continuous excretion of alkaloid compound. Consequently, tree undergoes overgrowth resulting swelling on the trunk.[/en][id]
Gall, atau biasa dikenal sebagai tumor, adalah salah satu contoh interaksi mikroba dengan tumbuhan yang dapat ditemukan saat observasi. Interaksi mikroba dengan tumbuhan tersebut merupakan simbiosis parasitisme yang disebabkan oleh bakteri Agrobacterium tumafaciens. Bakteri tersebut menginfeksi jaringan xylem dan floem pada batang tumbuhan sehingga tumbuhan terus-menerus mengekskresikan senyawa alkaloid. Oleh karena itu, tumbuhan mengalami pertumbuhan yang berlebihan sehingga membentuk benjolan pada batang
Selain Gall, contoh fenomena interaksi mikroba dengan tumbuhan yang bersifat parasitisme adalah canker. Canker merupakan salah satu penyakit pada tumbuhan yang ditandai dengan adanya cracking pada batang. Hal ini disebabkan oleh pembelahan sel yang terjadi di dalam batang tidak diikuti oleh pembelahan sel di luar, sehingga terbentuk suatu struktur seperti celah pada batang tanaman. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri Pseudomonas sp. dan fungi.
[/id]
[en]Beside gall, another example of parasitic microbe-plant interaction is canker. Canker is one of disease in plants marked by cracking on trunk. This is a result of cell division inside trunk is not followed by cell division of outer part of trunk causing a structure like a chink in trunk. This disease is caused by bacterium Pseudomonas sp. and fungi.
Not only caused by bacteria and fungi, disease in plants found while observation can also cause by virus. One of them is decolorization phenomenon on leaves. Symptom of decolorization is faded color on leaves. On every cell in leaves there are chlorophylls, virus caused the cell lysis so the color will faded. Infection mechanism of virus on plants is called necrosis and defense mechanism in plant is called apoptosis (death of plant cell).
Nature phenomena found on observation have aware us microbes’ role is really affecting ecosystem balance. Microorganism abundance is also affecting content of organic compound and minerals on an ecosystem, because of microorganism activity will produced or secreted organic compounds needed for sustainability of an ecosystem. The more microorganism abundance on an ecosystem (land or water ecosystem), the more organic compounds and minerals present on the ecosystem.
Microorganisms’ role on an ecosystem also can help biogeochemical cycle occurring until now. Without microorganism, decaying and rotting will never happened, and our Earth will be filled with dead organisms as a result of no decaying of organic compounds. Even though microorganisms are living being with micro size, their roles have benefited greatly for out Earth. It’s so amazing!
By field trip activity, Microbiology Department students expected to witness directly phenomena caused by interaction between microbes and other living creature in nature which cannot be seen at laboratory. Students also have varieties of samples to be examined at laboratory. From those examinations will be revealed new knowledge we never imagined before. Therefore, a microbiologist will really depends on observing on the field. So don’t be afraid to be a microbiologist! Your life won’t always trap in laboratory. Go out and explore nature![/en][id]
Tidak hanya disebabkan oleh bakteri dan jamur, penyakit pada tumbuhan yang ditemukan pada saat observasi dapat dikarenakan oleh virus. Salah satunya adalah fenomena decolorization pada daun. Gejala dari decolorization yang timbul dapat berupa pudarnya warna daun pada tumbuhan. Di setiap sel daun terdapat klorofil, namun virus menyebabkan sel tersebut litik sehingga warna daun menjadi pudar. Mekanisme infeksi virus pada tumbuhan disebut necrosis dan mekanisme pertahanannya adalah apoptosis (pematian sel tumbuhan).
Fenomena-fenomena alam yang ditemukan pada saat observasi langsung di lapangan telah menyadarkan kita bahwa peranan mikroba sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem. Kelimpahan mikroorganisme juga dapat mempengaruhi kandungan senyawa organik dan mineral pada suatu ekosistem, karena aktivitas mikroorganisme akan menghasilkan atau mengekskresikan senyawa-senyawa organik yang diperlukan untuk keberlangsungan ekosistem tersebut. Semakin banyak kelimpahan mikroorganisme pada suatu ekosistem (ekosistem darat maupun ekosistem air), maka akan semakin tinggi kadar senyawa organik dan mineral pada ekosistem tersebut.
Peranan mikroorganisme dalam sebuah ekosistem juga dapat membantu daur biogeokimia yang terus berlangsung hingga saat ini. Tanpa mikroorganisme tersebut, tidak akan terjadi pelapukan, pembusukkan, dan bumi kita akan dipenuhi oleh organisme yang mati karena tidak terjadinya penguraian senyawa organik. Walaupun mikroorganisme adalah makhluk dengan ukuran nano, namun peranannya telah memberikan kebermanfaatan yang sangat besar bagi bumi kita. It’s so amazing!
Dengan kegiatan kuliah lapangan tersebut, diharapkan mahasiswa jurusan Mikrobiologi dapat melihat langsung fenomena-fenomena yang disebabkan oleh interaksi mikroba dengan makhluk hidup di alam yang tidak akan ditemukan di dalam laboratorium. Mahasiswa juga akan memiliki keberagaman sampel yang nantinya dapat diteliti di laboratorium. Dari penelitian-penelitian tersebut, akan lahir beragam ilmu pengetahuan baru yang tidak kita duga sebelumnya. Maka dari itu, seorang microbiologist akan sangat bergantung pada kegiatan observasi di lapangan. So, don’t be afraid to be a microbiologist! Your life won’t always trapped in the laboratorium. Go out and explore the nature!
[/id]
No Comments